Oleh Michelle McQuigge, The Canadian Press | Associated Press
Kapal terbesar di eranya ini digambarkan oleh para pembuatnya sebagai "karya terhebat manusia."
Hari-hari
pelayarannya berhenti tiba-tiba secara tragis saat menabrak sebuah
gunung es di utara Atlantik, menghancurkan kapal tersebut dan menewaskan
sebagian besar penumpang. Dan, anehnya lagi, kapal ini muncul di cerita
fiksi yang diterbitkan 14 tahun sebelum Titanic berlayar.
Kapal
ini muncul di sebuah novel pendek berjudul "Futility" yang terbit pada
1898 karya penulis Amerika Serikat Morgan Robertson. Tetapi para
peneliti Titanic menganggap buku ini adalah mitos yang mendahului
kecelakaan pada 1912. Anehnya lagi kapal dalam novel pendek tersebut
bernama Titan.
Cerita Robertson penuh dengan detail-detail yang tampak mengerikan buat para pembaca sesudah terjadinya kecelakaan Titanic.
Kapalnya
kira-kira berukuran sama, hanya Titanic lebih panjang 25 meter daripada
Titan yang 243 meter. Keduanya mampu mencapai kecepatan maksimal 20
knot, dan dua-duanya sama-sama memiliki sekoci yang jumlahnya kurang
untuk ribuan penumpang di kapal.
Gambaran awal Robertson akan
kapal Titan terdengar seperti kliping pemberitaan dari pelayaran perdana
Titanic. Bahkan kedua kapal ini sama-sama disebut tak dapat tenggelam,
dan ternyata terbukti terlalu rapuh setelah menabrak gunung es pada
pertengahan April.
Kemiripan antara kehancuran Titan yang
digambarkan Robertson dengan tenggelamnya Titanic memberi kesan si
penulis sebagai seorang paranormal. Tetapi, Paul Heyer, seorang profesor
dan peneliti Titanic di Wilfrid Laurier University bilang, sebagian
besar kesamaan itu bisa dengan mudah dijelaskan dari biografi si
penulis.
"Dia adalah seseorang yang suka menulis soal sejarah
maritim," kata Heyer. "Dia seorang pelaut berpengalaman, dan dia melihat
bagaimana kapal yang sangat besar dan kemungkinan bahaya yang akan
terjadi jika raksasa lautan ini menubruk gunung es."
Robertson
melihat ada kecenderungan membangun kapal yang semakin besar. Digabung
dengan pengetahuannya akan perjalanan transatlantik, Robertson jadi
punya banyak bahan untuk menggambarkan kecelakaan kapal di laut.
Novel
itu tidak berfokus di Titan. Pada setengah akhir cerita, fokusnya
beralih ke perjuangan bertahan hidup secara fisik dan spiritual mereka
yang selamat di gunung es, digabung dengan kejadian di Inggris dan New
York.
Fokus cerita adalah seorang pejabat kelautan di kapal
tersebut yang berhasil mengatasi kecanduan alkohol, menemukan Tuhan, dan
memenangkan kembali cinta sejati dalam hidupnya setelah tenggelamnya
Titan.
Ada juga adegan yang menggambarkan si pahlawan membunuh seekor beruang kutub untuk menyelamatkan anak kecil.
Kata Heyer, "Satu-satunya kualitas terbaik dari novella ini adalah gambaran menarik soal kapal dan nasib yang terjadi padanya."
Novel
"Futility" sudah terlupakan beberapa tahun sejak diterbitkan, namun
reputasi novel ini berubah drastis sesudah tenggelamnya Titanic.
Sesudah terjadinya kecelakaan Titanic, orang-orang datang ke Robertson dan mengatakan ke dia, "Ya Tuhan, Anda seorang peramal."
Dan Robertson, kata Heyer, menjawab, "Tidak. Saya hanya tahu apa yang saya tulis."